Sunday, May 24, 2015

Tips Mengajarkan Anak Untuk Mengendalikan Diri

Kita mungkin pernah mendengar istilah “Pojok Hukuman”, di mana anak kita diminta ke satu tempat atau sudut rumah untuk “merenungkan” kesalahan yang telah mereka perbuat. Tapi, “pojok” tersebut sebenarnya kurang pas jika kita tambahkan kata hukuman. “Istilah pojok hukuman itu biasanya adalah mispersepsi dari istilah “time out”. Orang seringkali salah menyebut “time out” menjadi pojok hukuman. Padahal, pada dasarnya itu bukanlah sebuah bentuk hukuman,” ujar Indira Giamsyah, M. Psi., pada Fimela Family.

Jika anak melakukan kesalahan atau hal-hal yang tak berkenan menurut kita sebagai orangtua, misalnya memukul teman, mem-bully teman sekolah, atau malas menggosok gigi, terkadang kita ingin “menghukum” mereka. Bukan dengan fisik, namun sesuatu yang membuat anak berpikir kembali mengapa ia tak boleh melakukan hal tersebut. Di sinilah kita bisa menggunakan “Time Out” atau bisa kita sebut "Pojok Renungan", di mana anak  kita minta untuk merenungkan apa yang ia perbuat. Bisa saja di saat “Time Out” ini anak menangis, tapi ini adalah salah satu cara anak untuk belajar mengendalikan diri.

“Time out sebenarnya merupakan salah satu cara belajar anak untuk mengendalikan diri. Selain itu, anak juga akan mampu mempelajari arti tanggung jawab, dan konsekuensi dari perilaku kurang menyenangkan yang diperbuatnya,” ujar Indira.

Efektifkah Penerapan “Time Out”?

Menurut Indira, efektif atau tidaknya penerapan “Time Out” ini tergantung dari beberapa hal. Kita harus melihat apakah usia anak sudah cukup untuk memahami perintah kita. Kita harus melihat, apakah anak sudah mampu memahami perintah, baik berupa verbal atau nonverbal. “Time out cenderung kurang efektif jika diberlakukan pada anak usia di bawah 2 tahun,” ujarnya. Jika anak sudah dapat mengerti, kita bisa jelaskan pada Si Kecil tentang “Time Out” ini. Bilang padanya bahwa jika ia sudah diberitahu berkali-kali tapi ia tetap melakukan (misalnya nggak mau sikat gigi, bekal makanan tidak dihabiskan, dan lainnya), kita terpaksa memberikannya “Time Out”. “Dengan begitu, anak jadi mengerti proses serta maksud dan tujuan kita memberlakukan hal tersebut,” kata Indira.

“Kita juga harus perhatikan tempat, batas waktu, dan intonasi suara saat memberikan “Time Out”. Saat kita memutuskan Si Kecil untuk TO, intonasi kita harus tenang tapi tegas. Jangan dengan intonasi tinggi alias marah karena TO bukanlah sebuah hukuman. Kemudian, sebaiknya kita terapkan TO ini di tempat yang masih bisa dilihat orangtua. Tempat ini harus bersih, serta bebas dari benda-benda yang berserakan. Kalau anak masih kecil, lebih baik jangan kurung di kamar yang tertutup dan tak terlihat orangtua. Lalu, untuk batas waktu seberapa lama penerapan TO, sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak. Biasanya perhitungannya adalah 1 menit untuk 1 tahun usia anak. Sebaiknya, untuk anak usia prasekolah kita memberitahukan rentang waktu secara konkrit dengan pertanda bunyi alarm atau jarum jam,” saran Indira.

Konsistensi = Hal Paling Penting

Dalam penerapan pojok renungan alias “Time Out” ini, konsistensi adalah hal yang paling utama dan harus diterapkan oleh kita sebagai orangtua. “Kita harus konsisten. Konsisten terhadap waktu yang ditentukan. Misalnya jangan sampai kita bilang bahwa anak harus “Time Out” sampai alarm berbunyi, tapi saat alarm belum berbunyi, kita sudah bolehkan anak untuk selesaikan TO-nya. Lalu, jika anak pergi dari tempat TO yang sudah kita tentukan, kita harus mengembalikannya ke tempat tersebut sampai batas waktu yang ditentukan,” saran Indira.

Setelah Si Kecil “berhasil” melewati “Time Out”-nya, kita bisa duduk dan membicarakan dengannya mengapa kita memberlakukan hal tadi padanya. “Kita bisa bilang pada anak bahwa dengan begini anak bisa mengerti sebab-akibat, konsekuensi, dan tanggung jawab. Setelah itu, kita bisa berikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaannya. Tanyakan pada Si Kecil mengapa ia melakukan hal yang kurang menyenangkan tersebut,” jelas Indira menutup perbincangan dengan Fimela Family.